Saturday, March 28, 2015

BIOGRAFI ARBAIN RAMBEY (FOTOGRAFER KOMPAS).


ALASAN: SAYA MENYUKAI ARBAIN RAMBEY KARENA DIA FOTOGRAFER YANG BERANI MENCIPTAKAN INOVASI DAN SELALU MENCIPTAKAN KARYA FOTO YANG BERBEDA DARI YANG LAIN. 

HARAPAN: SAYA INGIN SUATU SAAT MENJADI SEPERTI ARBAIN RAMBEY YANG MENCIPTAKAN INOVASI DALAM DUNIA FOTOGRAFI DAN MENCIPTAKAN KARYA FOTOGRAFI YANG BERBEDA DARI YANG LAIN.

BIOGRAFI ARBAIN RAMBEY.




Pria dengan rambut cepak dan kaca mata berbingkai hitam ini sudah tidak diragukan lagi kemampuan menulis dan fotografi. Lahir di Semarang, 2 Juli 1961, Arbain Rambey mulai memotret pada tahun 1977 bersama teman-temannya di SMA Loyola 1, Semarang. Mengenyam pendidikan yang tidak berhubungan dengan dunia jurnalistik. Arbain lulus dan menjadi sarajana Teknik Sipil dari Institut Teknologi Bandung tahun 1988.

Setelah lulus, Arbain bekerja sebagai reporter dan fotografer. Keahliannya dalam bidang fotografi juga lah yang mengantarkan ia menjadi redaktur foto Kompas menggantikan Kartono Riyadi pada tahun 1996.

Arbain yang merupakan anak tunggal lahir dan tumbuh di Semarang dan tinggal bersama bibinya karena kedua orang tuanya harus bekerja. Ketertarikan Arbain dalam dunia fotografi rupanya sudah terlihat sejak masa kanak-kanak. Sejak umur 5 tahun, Arbain mulai tertarik dengan album foto, membolak-balik album foto menjadi kegemaran Arbain kecil pada saat itu. Pada usia 13 tahun Arbain sudah menguasai teknik cuci dan cetak foto hitam putih. Kamera pertamanya bermerek Ricoh dengan tipe 500 GX ia dapatkan pada tahun 1977.


Sebagai wartawan fotografer handal, Arbain tentunya memiliki segudang prestasi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Beberapa prestasi yang telah diperoleh Arbain, antara lain Juara Tunggal Festival Seni Internasional Art Summit 1999, memenangkan medali perunggu 2 tahun berturut-turut pada Lomba Salon Foto tahun 2006 dan 2007, serta Juara 1 lomba foto MURI tahun 2008.

 Arbain juga pernah beberapa kali mengadakan pameran foto, seperti Ekspresi (Medan, 2002), Mandailing (Medan, 2002), Senyap (Bentara Budaya, Jakarta, 2004), Colour of Indonesia (Galeri Cahaya, Jakarta, 2004), Crossing Bridges (Singapura, 2004), Persatoen (Melbourne, 2005), Nusantara (bersama Makarios Soekojo) (Hotel Aston, Jakarta, 2006).

Kegiatan Arbain sekarang lebih banyak berupa mengajar. Ia mengajar di beberapa universitas swasta di Jakarta seperti Universitas Pelita Harapan, Universitas Media Nusantara, dan Darwis School of Photography. 

Hobi bisa juga bisa jadi profesi. Bekerja dari hobi memang menyenangkan karena Anda bekerja sekaligus melakukan hal-hal yang disukai. Salah satu contohnya adalah Arbain Rambey dimana profesinya sebagai seorang fotografer bermula dari kesukaannya terhadap dunia fotografi.
Seperti dituturkan kepada kami, Arbain sendiri tidak tahu bagaimana awalnya ia bisa menyukai dunia fotografi. Kedua orang tuanya pun tak pernah menuntutnya untuk terjun di dunia fotografi. Yang ia tahu, sejak duduk di bangku SMP di kota Semarang, ia suka merapikan foto. “Saat itu ada ekstrakurikuler cuci cetak untuk kelas tiga, tapi saya baru kelas satu. Tapi karena saya berminat, saya boleh ikut, katanya pengecualian,” kenangnya.

Ketika duduk di bangku SMA, Arbain Rambey mengikuti berbagai kegiatan pecinta alam. Ia gemar mendaki gunung bersama teman-temannya. Saat itu, ia kurang puas melihat foto hasil jepretan teman-temannya. Akhirnya ia yang kemudian banyak memotret sambil mendaki gunung. Setelah lulus SMA, Arbain melanjutkan kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Kala itu ia punya hobi lain, yaitu jalan-jalan. Dari situlah ia mulai lebih banyak memotret meskipun hanya memakai kamera orang. “Kameraku jelek waktu itu,” tuturnya.

Tahun 1988, setelah lulus kuliah, Arbain mulai bekerja di Papua. Sebulan setelah bekerja, ia membeli kamera pertamanya, Nikon F-301 dengan lensa 3515, seharga Rp 750.000. Masih diingatnya toko tempat ia membeli kamera itu, yakni di Niaga Foto Bandung. Selama di Papua, teman-temannya sering jalan-jalan. Semua kegiatan jalan-jalan ia abadikan dengan kamera itu. Hingga kemudian hasil fotonya mrndapat komentar positif oleh seorang wartawan Tempo saat Arbain berkesempatan pameran di Eropa dan Amerika. “Kamu bukan insinyur, tapi fotografer,” komentar wartawan tersebut.

Itu adalah kali pertama ada orang yang mengatakan fotonya bagus. Profesinya sebagai insinyur pun menurutnya tidak cukup baik. Hal itu mendorongnya untuk melamar menjadi fotografer di harian Kompas pada tahun 1990. Diterima di Kompas, Arbain dibimbing oleh para senior yang banyak membawa kemajuan dalam karirnya.

Sejak bekerja di Kompas, kemampuan fotografinya meningkat pesat. Apalagi peralatan fotografi sudah disubsidi oleh kantor. Jika ada kamera keluaran terbaru, Arbain pun diizinkan untuk menggunakannya paling dulu. Baginya, sangat menyenangkan mengerjakan sesuatu yang disenangi. “Kerja jangan cuma mencari kekayaan. Saya bisa hidup dari apa yang bisa saya senangi,” ujarnya.